Jadi gini, cerita ini berawal dari keinginan gue membawa Afnita jalan-jalan ke suatu tempat yang menjadi recommended dari tulisan Mbak Aqied. Sebuah tempat di Klaten bernama Candi Ijo. Kenapa candi? Enggak, gue nggak begitu antusias sama candinya. Tapi, gue lebih antusias sama ketinggiannya.
Sabtu sore, gue lihat Mbak Aqied ngebuat postingan tentang Candi Ijo di blognya. Viewnya bagus. Keren. Judul blognya ‘Candi Ijo, The Temple at The Highest Location in Yogyakarta’. Sekali lagi, kata ‘The highest’ itu yang bikin gue tertarik.
Gue pun mention Mbak Aqied buat tanya-tanya perihal arah jalan menuju candi tersebut. Katanya gampang, gue pun semakin semangat buat kesana.
Minggu, pukul 11.00 WIB disaat matahari lagi asyik ngegym indah dipucuk langit, gue jemput Afnita. Segera, kami melakukan perjalanan.
Sebenernya rute buat ke Candi Ijo itu ada 2 opsi. Pertama dari Jalan Solo ke timuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuur sampai di perempatan Prambanan belok ke selatan. Dan kedua dari Jalan Wonosari ke timuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuur, sampai pertigaan piyungan belok ke utara. Hari itu, karena posisi gue lebih deket sama Jalan Solo, kami pun memilih untuk lewat Jalan Solo.
Sebenernya nyari tempat wisata di Jogja itu gampang banget. Hampir disetiap perempatan jalan itu ada semacam penunjuk arah gitu.
Kayak gini :
Gue yakin, di Jogja, kalau penunjuk arah kayak gini itu ada model 3Dnya, pasti bakal ada penunjuk arah ke jalan cahaya lengkap dengan tanda panah keatas.
Di suatu perempatan jalan, ketika lampu merah memaksa kami berdua bersama beberapa pengendara motor lainnya untuk berhenti, di sebelah kanan gue ada beberapa bencis-bencis aduhai lagi ngamen. Menurut gue yang melihat langsung bencis-bencis itu, hal yang dilakukan si bencis itu bukan ngamen, tapi lebih ke arah ‘menggoda’ si pengendara jalan. Hal yang percuma sebenarnya, tapi, kenapa masih ada yang mau ngasih duit? Karena setelah dikasih duit, si bencis bakal nyolek tetek kita (buat si cowok) (bencis mah nggak doyan sama cewek) (kayaknya)
Beberapa lama tertahan dilampu merah dan mendapat cahaya panas dari matahari, entah karena isi otak Afnita menguap atau meleleh, tiba-tiba dia antusias banget bilang ke gue sambil nunjuk salah satu bencis yang lagi make up-an.
“Feb, lihat deh. Itu banci yang pake baju terusan putih itu cantik banget. Lagi dandan lagi. Iiiih, make upnya sama kayak punyaku”
Gue pun menoleh. Ngangguk paham. Dan membalas cepat.
“Oh iya. Kayak cewek-cewek luar negeri gitu ya. Mmm, kamu nggak tertarik buat ganti make up?” SIAGA SATU ! pertanyaan terakhir gue utarakan biar gue nggak merasa pacaran sama bencis.
“Iya iya. Cantik banget ya” jawabnya antusias. “Ganti make up? Enggak ah, siapa tau nanti aku cantik kayak bencis itu” WASPADA TINGKAT STADIUM AKHIR !!! Gue bakal ngerasa punya pacar bencis.
“Hmm… Mau gimanapun kamu besok, kamu kan tetep pacarku” Gue menutup pembicaraan tentang bencis, kemudian mengikuti perintah lampu hijau.
Di perempatan berikutnya, gue yang lagi pelan-pelan mengendarai motor pun melihat ada sebuah penunjuk arah yang ngasih petunjuk perihal kalau mau ke Candi Ijo itu belok ke Selatan sejauh 7 Km. Gue manggut-manggut paham. Sambil tak lupa berucap terimakasih kepada penunjuk arah tersebut melalui kontak batin, gue pun belok ke arah selatan dan melaju cepat.
7 Km berikutnya, gue lihat ada penunjuk arah lagi. Disana, papan penunjuk arah menunjukkan kalau mau ke Candi Ijo itu harus belok ke arah timur. Gue sama Afnita pun belok ke arah timur.
Disana, kami mulai kehilangan arah. Merasa udah lelah, kami pun mencoba bertanya sama seorang anak kecil- kira-kira masih duduk di kelas 6 SD yang saat itu baru bersepeda dengan sepeda onthelnya.
“Dek, tau jalan ke Candi Ijo?” Gue menyapa dengan tampan.
“Tau mas” Jawab sang adek sambil menyeruput es buah yang dibawanya. Tanpa ada rasa tertarik sama ketampanan gue.
“Kemana jalannya dek?” Kembali, gue bertanya.
“Ini lurus aja, nanti sampai di perempatan depan sana, masnya ambil kanan terus luruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuus terus” Jawab sang adik kecil sambil memonyongkan bibirnya.
“Oke dek. Makasih banyak ya” Jawab gue sambil segera melaju menuju perempatan jalan dan belok kanan.
Setelah belok kanan, mengikuti apa kata sang adek kecil barusan, gue sama Afnita pun lurus terus mengikuti jalan.
1 meter
10 meter
100 meter
1000 meter.
“Si adek tadi baik ya mau nunjukin jalan?” Di meter ke 1200 setelah belok dari perempatan tadi, gue sama Afnita ngobrol dan membahas tentang si adek kecil tadi.
“Iya, baik. Tapi, kita udah mau 1.5 Km kok nggak nyampe-nyampe ya?” ucap Afnita bingung.
“Iya ya?” gue ikutan bingung.
Aliando yang lagi syuting ganteng-ganteng serigala pun bingung.
Serigala yang nggak ganteng-ganteng amat pun ikut bingung.
Disaat kebingungan melanda seluruh dunia, Gue pun melihat ada seorang ibu-ibu lagi jalan ke arah warung. Gue berhenti. Matiin mesin motor dan bertanya sopan.
“Bu, maaf numpang tanya. Kalau mau ke Candi Ijo itu lewat mana ya?”
“Candi Ijo?” jawabannya menggunakan nada seperti ibu-ibu yang melihat diskonan 99% persen didepan mata, tapi nggak berhasil dia ambil karena diskonan itu lebih cepat diambil oleh seorang wanita yang ternyata simpanan suaminya yang lagi dinas ke luar kota “Kalau mau ke Candi Ijo itu kesana kalik, Mas. Masnya udah kelewatan jauh banget. Harusnya tadi di perempatan masnya ambil timur” lanjutnya sambil menunjukkan jari telunjuk ke arah yang barusan udah gue lewatin.
“Perempatan ambil timur?” tanya gue menegaskan.
“Iya mas” Jawab sang ibu lebih menegaskan lagi.
Gue mengangguk paham. Setelah berterimakasih banyak kepada sang ibu, Gue pun naik motor dan putar balik. Dibelakang, suara pelan Afnita terdengar.
“Gimana kalau kita nyamperin si anak kecil tadi? Tanganku pengen jitak kepalanya”
“Sabar kalik” gue menengahi “Aku bawa saos sama kecap. Bakar aja. Makan daging kita” Gue melanjutkan.
Kami pun sampai di perempatan jalan dan belok ke arah timur. Setelah kami berjalan beberapa meter, disana, kami menemukan pertigaan. Bingung. Kami kembali bertanya kepada seorang bapak-bapak.
“Pak, numpang tanya. Kalau mau ke Candi Ijo lewat mana ya?”
“Pertigaan ini ambil utara aja. Teruuuuuuuus. Nanti ketemu pertigaan lagi, ambil kanan. Setelah itu, ada perempatan ambil kanan. Pertigaan. Ambil kiri. Teruuuus lurus ikut jalan aja.” Sang bapak menjelaskan. Terlalu banyak belokan.
Gue menoleh ke arah Afnita. Dia mengangguk-ngangguk. Kelihatannya paham. Gue pun berterimakasih pada sang bapak dan melanjutkan perjalanan.
“Kamu tadi tau bapaknya ngomong apa?” tanya gue ke Afnita.
“Enggak”
“Lah? Kok tadi kayaknya kamu ngangguk-ngangguk?”
“Iya, biar keliatan paham aja”’
OKE FAIN.
Setelah gue diem mendengar pernyataan Afnita, sebenernya gue udah banyak melewati pertigaan dan perempatan kecil, namun gue nggak tau di persimpangan mana gue harus ambil kanan. Akhirnya, ketika jalan udah diujung dan hanya ada jalan lurus dan jalan belok kiri, gue memilih buat ambil yang belok kiri. Putar balik sedikit. Dan berhenti. Mengamati sekitar.
Ternyata, disebelah kanan, ada sebuah penunjuk arah. Naas, disana menunjukkan kalau letak Candi Ijo itu berada pada arah yang udah gue lewatin barusan.
Gue nggak cocok banget jadi traveler, ya?
Gue pun putar balik LAGI.
Wadefak.
Akhirnya, untuk terakhir kalinya, kami bertanya kepada seorang kakek tua perihal jalan menuju Candi Ijo.
“Masnya ini lurus aja ikutin jalan. Nanti ada pertigaan aspal ambil kiri. Terus belok kanan. Belok kiri lagi, nah nanti ada turunan tuh ikutin jalan aja”
Gue mengangguk lemas.
Kali ini gue paham.
Segera gue melewati jalan yang udah sang kakek tunjukan. Ketemu turunan. Gue ikuti aja. Ketemu tanjakan yang agak curam. Gue ikuti aja. Ketemu turunan yang menanjak. Gue ikuti terus aja !
“Ini bener nggak Jalannya?” Afnita kembali bersuara.
“Nggak tau yang. Ada masjid tuh, shalat Dhuhur dulu yuk”
“Iya. Yuk”
Kami pun memilih untuk Shalat Dhuhur. Mencari petunjuk.
Setelah shalat, mencoba untuk meyakinkan, gue pun kembali bertanya pada seorang bapak-bapak yang rumahnya di deket masjid.
“Pak, numpang nanya. Kalau mau ke Candi Ijo, lewat mana ya?”
“Ini ikutin aja tanjakannya mas. Nanti dikiri jalan”
GUE. SUJUD. SYUKUR.
AFNITA. SUJUD. DIATAS. SAJADAH. PANJANG. TERBENTANG.
Setelah berucap terimakasih, kami segera mengikuti tanjakan itu. Beberapa meter kemudian, benar saja, candi itu ada di kiri jalan sebuah dataran tinggi. Buat masuk kesana kita cuma tinggal parkir motor dan bayar 2000 kemudian ngisi form pengunjungan. GRATIS ! Sangat diperbolehkan untuk menyumbang seikhlasnya.
Setelah sampai di candi. Gue melirik jam di handphone. Pukul 12.32. Di dataran tinggi begini, matahari sedang asyik senam aerobik di ubun-ubun kepala.
“Panas yang” Afnita mengeluh manja
“Yakalik, ini masih siang banget” Jawab gue sambil menggandeng tangan Afnita menuju sebuah candi yang di saat itu bayangannya menghalangi sinar matahari.
“Duduk disini dulu aja ya? Istirahat.
“Iya” Jawab Afnita manja, sambil menyandarkan kepalanya dikepala gue.
Kembali mengingat perjuangan untuk sampai disini, gue pun berpikir. Sebenernya gampang banget buat menuju tempat ini. Lihat denah ini :
Tapi, gue malah melewati jalan yang salah dan begini akhirnya :
Ya, begitulah manusia. Selalu membuat segala yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Membuat segala yang sebenarnya sederhana menjadi menyusahkan. Mengeluh. Mengeluh dan mengeluh tanpa bosan. Tapi setelah sampai tujuan, kita bisa tersenyum dan membatin dalam hati.
“Bodoh banget ya, sebenernya tuh gampang aja buat mencapai ini. Jadi, yang bikin sulit itu? Diri sendiri”
Ya… inilah kita… manusia.
yey! udah LIVE!!
wkwkwkwwk juauuuuh amiiiir sih nyasarnyaaa. kenapa juga kesananya siang2. bagusan sunset.
bencis kalasan emang juaraa!!!
suka deh aku ngeliatinnya. hahahahaha
Yeaaaaah bagus mbak ternyata tempatnya 😀 dari jam 1 sampe jam 3an aku sama Afnita disana, sejuk. tapi… panas abis. ._.
ya kalau nunggu sunset ya sama aja, nggak ada mbak Aqied si tukang foto :p wkwk
gilak, aku agak gimana liat bencisnya mbak. tapi bener, ada yang cantik. SUWER ._.
Yeaaaaah bagus mbak ternyata tempatnya 😀 dari jam 1 sampe jam 3an aku sama Afnita disana, sejuk. tapi… panas abis. ._.
ya kalau nunggu sunset ya sama aja, nggak ada mbak Aqied si tukang foto :p wkwk
gilak, aku agak gimana liat bencisnya mbak. tapi bener, ada yang cantik. SUWER ._.
lain kali pakai GPS aja mas haha
kalau ketemu anak itu harus dipakar aja keteknya, oya ngomong2 kok foto candinya gak ada ._.
kunjungin ya mas: http://www.adittyaregas.com/2014/09/coming-soon-diary-anak-magang.html 😀
Hahahasyem kwkw. iya bang. ini buat pembelajaran aja deh. siaaap, aku udah hafal sama si anak kecilnya. pake baju merah, sepeda onthel. kalau mas liat disekitaran ada yang baju merah sama sepeda onthel, tolong jitakin aja mas.
ahaaa, ini nih, kamera hape Blackberry 9220 sangat nggak menolong untuk menampilkan sebuah foto candi mas. suwer. tapi overall, beneran, bagus. ke Candi ijo dong mas sekali kali sini wkwk
udah mas, udah aku kunjungi kok :Dditunggu diary anak magangnya 😀 sukses mas 😀
Whahaaha, kocak banget.
Tapi silaturahimnya super keren ini di keluarga2 wp.
Keep contact mba Aqied dan Feb 🙂
Heheh makasih mbak Moly 😀
aaa ayo mbak moly juga ikutan menjalin silaturahim dan saling contact dong yuk sini 😀
ciee yang kecandi green
ciyeileehe si brod tumben nongol, ciyeeeeh
Ini postingan macam apa, bagus itu denahnya, kerenan rianjati13 ketimbang lu Feb.
Jangan – jangan ini modus biar lu sama Afnita bisa jalan – jalan terus, Afnita meluk lu dari belakang. Oh Afnita betapa malangnya nasibmu bersama pria penjual batagor ini, kesian liat afnita, dibawa kabur.
ini postingan tentang perjuangan kami berdua melewati jalanan menuju sebuah tempat wisata Yu. susah loh. Rianjati13 tuh anaknya diatas lu itu. kenalan gih, sepik-sepik dia biar lu bisa digambarin sesuatu wkwkw
BUKAN MODUS. kalau pengen jalan terus sama Afnita mah gue tinggal bilang ke dia, dia juga bakal menyanggupi wkwkwkw. gilak kalik, penjual batagor lebih tampan daripada penjual cireng. percayalah :p
Kek gue dong, di Riau gak ada tempat wisata yang terbuka. Ada sih sungai Bono, tapi masih hutan, ngeri juga.
Afnita menyanggupi? oke sah.
Hahaha masa Riau nggak ada tempat wisata sih Yu -_- kasihan amat? seriusan? main-main Jogja lah, muka lu kurang hiburan itu -_-
YEah, aku udah sah sama Afnita :3
Iya, muka gue kurang hiburan. bisa kali undang orkes dangdut kesini.
disitu juga nggak ada orkes dangdut? subhanallah :’ aku bingung harus berkata apa :’
Dunia kejam teman.
Cieeeee.. Aqied dapet backlink.. Bahahah 😀
Tenang aja Feb, itu lah calon traveler. Masalah nyasar sih biasa. Asal masih hidup aja. *eh*
Ciyeee mana mbak Aqied. mana dia manaaa? wkwkw
Iya be…. duh, dilema nih mau manggil kamu pake sebutan ‘Beb’ kwkwkw yeah, aku adalah traveler super hero sejati tak pernah lekang oleh waktu. Amin, jangan mati dulu 😀
Noh paling atas kalok enggak salah. Ngahahah 😀
Halah. Panggil ‘Beb’ tuh biasa aja keleus. Wkwkwk.. Emang kamu domisili di mana sih, Feb? Ngga sempat kopdaran sama Aqied?
Beb kan kesannya, Bebeb :p wkwkwk. Aku Jogja mbak. belum sempet -_- kemarin pas aku ajakin mbak Aqied nganter di candi ijo, dia nggak mau. padahal aku nyuruh dia jadi fotograferku :p wkwkwk
mbak Beb domisili mana emang?
Panggil Kak Beb aja boleh ngga? *rikues* YA IYA LAAAAAH.. Enak aja kamu nyuruh-nyuruh Aqied buat motoin. Huh! -_- ah.. Kalok aku sih di Medan.. 😀
hahaha iya deh kak beb — wkwkw
ya enak dong, begitulah gunanya ngajak teman 😀
cieeeee arek medan, apa kareba? *ini bahasa makassar kan ya -_-
Enak di kamu, tapi ngga enak di diaaaa.. Uda tau dia jomblo sekian lama, disuruh motoin orang pacaran pulak. Mbok ya cariin dia pacar toh *eh* Wkwkwk 😀
Yeeee.. Medan – Makassar jauh amat, Cyiiiin.. -_-
Hahahaha kasihan ya mbak aqied :p wkwkwk. mbok ya kamu mbak yang nyariin gitu mbak :p wkwkwk
Medan itu batak ya? aih kau ini. sudahlah kau ini bah
Untuk mencari pacar aja aku sulit, apalagi nyariin buat Aqied.. ._.
Pediiiiih! 😥
Medan ngga selalu Batak kok. Ada Melayunya jugak 😀
Ini. sedih banget 😦 sabar mbak wkwkwk
aaah melayu, temennya upin ipin 😀
Sebenarnya ngga sesulit yang dipikir kok, Feb.. Cumak lagi asik singgel ajah 😛
Hahah.. Iye laaa..
Iya sih. sebenernya itu nyari pacar gampang banget 😀 cuma kemauan dari orangnya aja, pengen single apa pengen nyari yang lebih
Nyari yang sehati itu lumayan susah looooh.. *pengalaman* *kibas rambut*
Susahnya setengah mati loh *pengalaman jugak* *cukur gundul*
Giliran uda dapet. Eeeeh.. Pacar orang.. Ngahahah 😀
Ini :’ apa ini. kasihan banget dapetnya pacar orang :p
Ngga papa lah. Selama janur kuning belom melambai.. 😛
selama rasa cinta nggak menggemulai mikirin orang :’
Apaan menggemulai? ._.
menggemulai itu melambai-lambai :p
Diiih.. Bahasanyaaaa.. -_-
sastrawis banget kan ya :p
Kamu salah jurusan keknya.. 😀
duh, kenapa sampai salah jurusan ._. salah jurusan yang gimana nih :’
Seharusnya kamu kuliah di jurusan sastra ajah.. 😛
Duh, kok. dalem. banget ini :’
Rata-rata semua orang aku suruh masuk jurusan Sastra kok. 😀
asem -_- kirain mbak -_- kamu anak sastra juga kan ya
Iya dongs anak Sastra. Makanya lebay 😛
waaaa pantes pinter merangkai kata :p
Pinter ngeles jugak 😛
biarin :p kan belajar dari kamu mbak 😀
Bahaya nih.. Wkwkwk 😀
bahaya apaan -_-
Bahaya kalok kamu pinter ngeles 😦
loh? bahayanya?
Ya kan jadinya ngga jujur.. :’
kamu emang pernah jujur?
Enggak, Yank :’
Ahhay~ bener tuh kata mas Wahyu, mas feb modus 😀 panas-panasan seharian tapi senengnya nggak karuan toh? Salam buat mbak Afnita-nya, semoga tetap sehat dan kuat bersamamu 😀
Hahaha duh, Mbak Vinda itu kemana aja atuh jarang keliatan 😀
enggak -_- emang dasarnya nyasar aja ini. suwer deh -_- kwkwkw iya eh, bakal disalamanin ya 😀 bantu dia, dia benar-benar butuh dukungan untuk kuat bersamaku 😀
Ehehe, iyaa nih. Lagi demen main petak umpet atuh 😀
Yaudahlaah~ menuju ke jalan yang benar itu tidak selalu mulus toh? terkadang, nyasar itu justru perlu. Sebagai pengalaman, menambah kekuatan 🙂 Apaan ah, jadi ceramah malam. hehe.
Boleh-boleh. Ajak kesini gih, ikutan narsis di WP
jadi, sekarang aku udah nemuin Mbak Vinda dari umpetannya ya :p wkwkwkw
iya, dari nyasar, kita belajar buat nggak nyasar *iyakan? wkwkw bener mbak 😀
hihihi dia nggak ada WP atuh mbak, nggak begitu suka narsis :p
Hehe~ nggak juga sih. Aku aja yg sengaja nongol duluan. Kasian mah mas feb-nya kepo nyariin 😀
ya iyalah. Kalau masih nyasar lagi, nggak berlaku deh pepatah “pengalaman adalah guru yg terbaik” 😀
Ciyeee.. ISIS banget mbak Afnita-nya. Istri Sholihah Idaman Suami 🙂
Hihihi iya nih, beberapa minggu kemarin Si Mbak Vind ngilang ih 😀
hihihi jangan sampai nyasar lagi ah. udah ketemu banyak guru yang terbaik kok 😀
Amin ya Allah 🙂
Sebenarnya bukan ngilang sih mas, tapi gimana yaa? Semacam banyak job gitu laah. Nggak sombong, riya’ qolil 😀
Alhamdulillah 🙂 semoga selalu diberkahi ^^
Waaaah Mbak Vind kebanjiran Job 😀 senengnya:) bagi dong mbak jobnya 😀
Amin 🙂 mbak Vind juga ya 😀
argghhh kenapa ada adegan pegang tangan dan sandaran nya!! aaaarrghhh gue murka. pengen pengen pengen!!!!
kayaknya kamu harus tidak menghubunginya sebelum shalatnya benar. makanya, rajinin shalatnya Nop biar punya cewek :p
Kalau gaksalah sekarang udah ada teknologi yang namanya GPS. Kok bisa kesasar? HAHAHAHA
Nah, teknologi modern tidak menyebar secara merata, Ming
Beneran kesana? Mana bukti nya? No pic = hoax! Hahahahahahahaha.
ini ._. beneran mbak. beneran kesana -_- malah no pict hoax. cuma nggak ada kamera buat mengabadikan aja mbak :p
kayaknya jadi banyak kenalan ya bro pas di perjalanan mau ke candi.
nanya-nanya terus soalnya 🙂
Hahaa Iya, bener banget. secara nggak langsung dapet kenalan banyak, meskipun, yah sekarang aku lupa gimana wajah mereka yang aku tanyain 😀
Coba bawa kamera bro. Bisa selfie bareng sama kakek dan adek kelas 6 itu kan 😀
Hahaha bener tuh, bawa piagam juga buat dikasih ke mereka yang udah berjasa memberi tau tempat candi Ijo 😀
Hahaha, boleh juga bro. Jangan lupa nanti undang aku ya di malam penganugerahan Wrong Way To Candi Ijo Award 😀
Hahaha waini, bisa. dibikin award segala, nominasi paling tahan lama : batu candi ._.
Hahaha. Nominasi yang paling unyu, bisa ke adek kelas 6 sd 😀
kalau yang paling tampan, jelas aku dong 😀 wkwk
Suka-suka situ aja ya buat awardnya 😀
Hahaha… Pake gps bisa nemu gak ya, kira-kira, daripada tersesat gitu kan kasian udah capek-capek pergi. 😀
penyebaran GPS nggak merata. aku masih belum mengonsumsi hal begituan :p
Oh… Iya deh, terserah. Atau pakai peta manual kan juga bisa. 🙂
peta manualku bertanya pada orang lain :p wkwkwkw
Oho, iya,lebih jelas dan banyak pilihan ya.. 😀
nah itu dia, nambah kenalan juga :p
Iya deh. 😀
Selamat yaaa. 🙂
iya, selamat 😀
yuuhuuu 😀
Sabar Bro. Nyasar itu bagian dari petualangan, hehehe. Tapi selamat sudah berhasil sampai di Candi Ijo! 😀
Paling nggak dirimu ada yg nemenin lah. Nemenin pas kesasar sama nemenin pas menghadapi bencis. Hahahaha. 😀
Belum pernah dengar candi ini, sepertinya boleh juga. Ok deh nanti langsung cari mesjid buat tanya, siapa tahu sudah dekat. 😀
Iya bagus loh candinya :p dataran tiggi soalnya 😀
hahaha mau tersesat juga nih kayaknya :p